
Hari ini
(06/05/10),
ayas mengambil uang di
ATM BRI Cabang Universitas Brawijaya. Sehari sebelumnya
ayas berencana akan menarik uang di
ATM BRI Cabang Dinoyo yang lebih dekat dengan kos. Namun kata bapak tukang parkir ATM-nya sedang error. Akhirnya
ayas pun melakukan penarikan di
ATM BRI Cabang Universitas Brawijaya karena sekalian mampir pulang dari kampus
Universitas Brawijaya. Alhamdulillah dengan memasukkan kartu ATM dan memencet tombol saja,
ayas dapat mengambil "
sumber kehidupan" yang
ayas perkirakan cukup untuk kehidupan 2 minggu di
Kota Malang.

Karena merasa sudah cukup,
ayas dengan santainya keluar dari bilik
ATM BRI. Ketika
ayas akan mengambil sepeda motor dan pulang, ternyata
ayas dicegat tukang parkir dan dimintai uang parkir. Tukang parkir terlihat memainkan uang receh di tangannya. "Ah seribu rupiah pasti ada kembaliannya," begitu pikir
ayas, karena kalau di bank lain biasanya
tarif parkir Rp 700,00.
Ayas membuka dompet dan yang ada hanya lembaran Rp 2.000,00 dan Rp 5.000,00.
Ayas kasih saja yang 2000 rupiah. Kembaliannya??? Selembar
seribuan dikasih pada
ayas. Busyeeeeeettttttttt...mahal amat (biasa anak kos, uang 100 rupiah saja masuk perhitungan).


Padahal
ayas parkir dan masuk boks ATM pun tidak sampai 5 menit. Lagian
ayas kan juga mahasiswa resmi
Universitas Brawijaya serta sudah membeli stiker tanda parkir seharga
Rp 50.000,00/semester. Apakah
BRI Cabang Universitas Brawijaya tidak masuk kawasan
Universitas Brawijaya??? Padahal (lagi) sebelum-sebelumnya kalau
ayas mengambil uang di
ATM BRI Cabang Universitas Brawijaya tidak ditarik uang parkir. Sudah begitu waktu
ayas mau keluar masih saja dicegat oleh tukang parkir yang lain untuk dimintai uang parkir. Kalau bahasa Malangnya:
nggarai kudu misuh!!! 

Ah...
otonomi kampus memang membuat apapun yang berada di lingkungan kampus
tidak ada lagi yang gratis (meskipun fasilitasnya
jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh dari kata "
memuaskan").
Pancen'e lek wong tuwo'ne gag sugih yo angel tenan arep kuliah, mesthi sithik2 mbayar.

Comments
Post a Comment