Terserang Demam Sepeda Fixie
Malang - Demam sepeda fixie yang baru-baru ini menyerang tanah air, termasuk Kota Malang tidak hanya menarik perhatian kaum adam. Ada juga kaum hawa yang kepincut dengan sepeda yang bisa dibongkar pasang kapan pun itu. Salah satunya adalah Shinta Destyana.
Shinta mulai melirik sepeda fixie sejak demamnya melanda Indonesia. Ia ingin memiliki dan membangun sepeda unik itu setelah beberapa kali melihat tayangannya di layar kaca dan pemberitaan di beberapa media. Keinginannya untuk memiliki sepeda fixie semakin memuncak saat melihat presenter kocak, Vincent ex personil Club 80s dan Tora Sudiro memamerkan koleksinya di TV. Tak perlu pikir panjang lagi, Desember tahun lalu Shinta pun membeli sepeda fixie.
Saat itu, belum banyak toko sepeda di Kota Malang yang menjualnya. Shinta memutuskan untuk membeli sepeda incarannya di Surabaya. Tak perlu modal besar untuk membeli sepeda fixie pertamanya itu karena harganya cukup terjangkau.
”Total harga yang saya bayar untuk sepeda fixie ini hanya sekitar Rp 2,5 juta. Itupun saya bebas memilih setiap bagiannya. Framenya saya pilih yang warna putih bersih, roda depan warna pink dan roda belakang warna baby blue. Yang pasti model dan warna pilihan sudah saya sesuaikan dengan karakter saya yang girly,” ujar Shinta pada Familia Malang Post.
Selain memilih model dan warna-warna girly sesuai dengan karakternya, Shinta juga memilih sepeda fixie yang ukurannya tanggung, bukan ukuran biasa. Sengaja ia memilih ukuran tanggung agar tidak menyusahkan dirinya saat mengendarai. Agar lebih aman, ia juga menambahkan bantalan pengaman pada frame sepeda. Bantalan pengaman ini dipilih dengan warna-warna cewek kesukaannya.
Sistem yang dimiliki sepeda fixie berbeda dengan sepeda biasa, diperlukan adaptasi hingga benar-benar menguasainya. Namun waktu adaptasi yang dibutuhkan oleh anak bungsu dari dua bersaudara ini tidak lama. Di penampilan perdananya menggunakan sepeda fixie hasil rakitannya itu, Shinta ternyata langsung bisa. Dengan lihai Shinta menyusuri jalan dan tak ada ketakutan menyeberang jalan raya yang banyak kendaraan lalu lalang.
Shinta sendiri mengaku heran karena bisa langsung mengendarai sepeda hasil rakitannya itu. Padahal sebelumnya ia tidak pernah menggunakan sepeda yang memiliki sistem pengereman dengan cara memutar balik pedalnya dan bisa berjalan mundur. Apalagi saat itu ia sudah berani menggunakannya di jalan besar.
Setelah hampir setengah tahun memiliki sepeda fixie, Shinta semakin lihai mengendarainya. Dengan cara kerja yang tidak biasa, lajang yang saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Manajemen FE UB ini sudah bisa menggunakannya di jalan tanjakan dan turunan yang terkenal cukup menantang bagi para pengendara sepeda fixie. Namun, untuk memutar dengan cara berjalan mundur, ia mengaku masih belum terlalu lihai.
”Pas jalan tanjakan, mengayuhnya sangat berat. Kalau sudah tidak kuat, cukup dituntun. Nah kalau jalan turunan, wajib pelan-pelan. Sepeda ini kan tidak ada rem tangannya. Jadi harus menahan pedal untuk mengurangi lajunya,” beber Shinta tentang tips aman mengendarai sepeda fixienya.
Rajin Kendarai, Hindari Karatan
Memiliki kendaraan berarti harus memiliki waktu untuk melakukan perawatan. Demikian juga dengan Shinta yang memiliki sepeda fixie. Ia wajib menyisihkan sebagian waktunya untuk merawat sepeda kesayangannya itu. Beruntung bagi Shinta karena sepeda fixie bukan kendaraan yang membutuhkan perawatan ribet.
Lulusan S1 Ekonomi Universitas Negeri Malang (UM) ini mengatakan, perawatan sepeda fixie biasanya dilakukan seminggu sekali dengan cara membersihkan setiap bagian sepeda. Untuk roda, cukup disikat dengan sikat lembut. Sedangkan untuk bagian frame, dilap dengan kain kanebo yang halus.
”Kalau tidak kotor-kotor amat tidak perlu dicuci dengan banyak air. Hanya rodanya saja yang disikat dengan air sabun dan frame dilap,” ujar Shinta tentang cara membersihkan sepeda fixie rakitannya.
Selain membersihkan secara rutin, Shinta juga memiliki cara untuk mencegah agar sepedanya tidak mudah karatan. Menurutnya, cara yang paling ampuh adalah dengan rajin mengendarai, minimal seminggu sekali. Selain mencegah terjadinya karatan, dengan rajin mengendarai minimal seminggu sekali juga membuat ban sepeda tidak cepat gembos.
”Kalau rajin digunakan, ban sepeda tidak akan mudah gembos. Tetapi kalau lama didiamkan malah cepat gembos. Dari pada sering-sering memompa ban, lebih baik rajin-rajin digunakan,” katanya.
Selain melakukan perawatan agar sepedanya tetap terlihat cantik, Shinta juga memiliki keinginan untuk mendandani sepeda fixienya dengan berbagai aksesoris tambahan. Saat ini aksesoris tambahan yang menempel di sepeda fixie alumni MAN 3 Malang ini hanya bantal pelindung yang terdapat di bagian frame. Dalam waktu dekat ini, ia berencana menambah aksesoris di bagian roda.
”Kalau menambah jumlah koleksi sepeda, sepertinya tidak. Rencana terdekat ini, saya ingin mengganti velg roda dengan velg racing agar terlihat lebih sporty,” kata perempuan yang juga hobi travelling ini.
Untuk merealisasikan keinginannya ini, Shinta membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan menambah koleksi baru. Sebab harga aerospoke incarannya empat kali lipat dibandingkan dengan harga satu buah sepeda fixie yang sudah siap digunakan. Jika sepeda fixie yang pernah dibelinya dibanderol dengan harga Rp 2,5 juta, maka khusus untuk aksesoris berupa aerospoke ini membutuhkan biaya Rp 10 juta.
”Kalau melihat harganya, memang lebih baik membangun sepeda baru. Tetapi yang dicari kan bukan sepeda barunya. Hehe..,” ujarnya.
Favoritkan Ijen dan Rampal untuk Gowes
Sejak kecil, Shinta sudah menggemari kegiatan bersepeda. Bahkan sebelum akrab sepeda fixie, ia sudah memiliki sepeda gunung yang biasa digunakan untuk berolahraga. Menurut perempuan berkulit putih ini, ia memang gemar bermain dengan segala sesuatu yang beroda dan memiliki tantangan. Selain bersepeda, ia juga gemar bersepatu roda alias roller blade.
“Pas booming roller blade, saya tidak mau ketinggalan. Sebenarnya bukan karena tren, tetapi karena memang saya suka dengan segala sesuatu yang beroda. Rasa-rasanya penuh tantangan,” ujar Shinta.
Dengan gacoan barunya ini, Shinta memang sedikit melupakan sepeda lawas dan roller bladenya. Namun bukan berarti waktu yang dimilikinya dicurahkan semua untuk bersepeda fixie. Shinta mengaku tidak setiap hari dirinya gowes. Dalam satu minggu, jadwal pastinya untuk bersepeda adalah Minggu pagi. Sedangkan di luar jadwal itu, Shinta mengikuti kondisi cuaca saja.
“Rutinnya sih setiap Minggu pagi. Kalau di luar hari Minggu, biasanya saya gowes sore hari. Tapi dengan catatan tidak hujan. Kalau hujan, kurang asyik,” beber perempuan kelahiran Malang 7 April 1988 ini.
Saat gowes, Shinta tidak sendirian. Ia selalu mengajak dua atau tiga temannya yang juga sama-sama penggemar sepeda fixie. Lokasi yang dipilih untuk gowes antara lain Jalan Ijen dan Lapangan Rampal.
Bagi Shinta, kedua lokasi itu merupakan lokasi gowes yang paling nyaman. Selain arus kendaraan tidak terlalu ramai, suhu di sekitar lokasi tidak terlalu panas karena banyak pohon serta pemandangannya cukup menarik. Jika di Ijen ia bisa melihat pemandangan rumah-rumah kuno, maka di Lapangan Rampal ia bisa melihat hamparan rumput hijau yang menyegarkan mata.
Lantas apa saja perlengkapan yang dibutuhkan oleh Shinta saat gowes? Gadis berambut panjang ini mengaku tidak membutuhkan perlengkapan khusus. Selain kaos, celana yang nyaman, sepatu keds, dan topi, saat gowes ia juga membawa tas kecil yang berisi air minum.
”Meskipun gowesnya santai, tapi tetap saja bisa bikin haus. Karena itu tas yang berisi air minum tidak pernah terlupakan,” pungkasnya. (nda/han)
Shinta dan Sepeda Fixie
Sumber: Malang Post (http://www.malang-post.com/) > Perempuan > Terserang Demam Sepeda Fixie (Kamis, 12 Mei 2011)
Shinta mulai melirik sepeda fixie sejak demamnya melanda Indonesia. Ia ingin memiliki dan membangun sepeda unik itu setelah beberapa kali melihat tayangannya di layar kaca dan pemberitaan di beberapa media. Keinginannya untuk memiliki sepeda fixie semakin memuncak saat melihat presenter kocak, Vincent ex personil Club 80s dan Tora Sudiro memamerkan koleksinya di TV. Tak perlu pikir panjang lagi, Desember tahun lalu Shinta pun membeli sepeda fixie.
Saat itu, belum banyak toko sepeda di Kota Malang yang menjualnya. Shinta memutuskan untuk membeli sepeda incarannya di Surabaya. Tak perlu modal besar untuk membeli sepeda fixie pertamanya itu karena harganya cukup terjangkau.
”Total harga yang saya bayar untuk sepeda fixie ini hanya sekitar Rp 2,5 juta. Itupun saya bebas memilih setiap bagiannya. Framenya saya pilih yang warna putih bersih, roda depan warna pink dan roda belakang warna baby blue. Yang pasti model dan warna pilihan sudah saya sesuaikan dengan karakter saya yang girly,” ujar Shinta pada Familia Malang Post.
Selain memilih model dan warna-warna girly sesuai dengan karakternya, Shinta juga memilih sepeda fixie yang ukurannya tanggung, bukan ukuran biasa. Sengaja ia memilih ukuran tanggung agar tidak menyusahkan dirinya saat mengendarai. Agar lebih aman, ia juga menambahkan bantalan pengaman pada frame sepeda. Bantalan pengaman ini dipilih dengan warna-warna cewek kesukaannya.
Sistem yang dimiliki sepeda fixie berbeda dengan sepeda biasa, diperlukan adaptasi hingga benar-benar menguasainya. Namun waktu adaptasi yang dibutuhkan oleh anak bungsu dari dua bersaudara ini tidak lama. Di penampilan perdananya menggunakan sepeda fixie hasil rakitannya itu, Shinta ternyata langsung bisa. Dengan lihai Shinta menyusuri jalan dan tak ada ketakutan menyeberang jalan raya yang banyak kendaraan lalu lalang.
Shinta sendiri mengaku heran karena bisa langsung mengendarai sepeda hasil rakitannya itu. Padahal sebelumnya ia tidak pernah menggunakan sepeda yang memiliki sistem pengereman dengan cara memutar balik pedalnya dan bisa berjalan mundur. Apalagi saat itu ia sudah berani menggunakannya di jalan besar.
Setelah hampir setengah tahun memiliki sepeda fixie, Shinta semakin lihai mengendarainya. Dengan cara kerja yang tidak biasa, lajang yang saat ini sedang menempuh pendidikan S2 di Manajemen FE UB ini sudah bisa menggunakannya di jalan tanjakan dan turunan yang terkenal cukup menantang bagi para pengendara sepeda fixie. Namun, untuk memutar dengan cara berjalan mundur, ia mengaku masih belum terlalu lihai.
”Pas jalan tanjakan, mengayuhnya sangat berat. Kalau sudah tidak kuat, cukup dituntun. Nah kalau jalan turunan, wajib pelan-pelan. Sepeda ini kan tidak ada rem tangannya. Jadi harus menahan pedal untuk mengurangi lajunya,” beber Shinta tentang tips aman mengendarai sepeda fixienya.
Rajin Kendarai, Hindari Karatan
Memiliki kendaraan berarti harus memiliki waktu untuk melakukan perawatan. Demikian juga dengan Shinta yang memiliki sepeda fixie. Ia wajib menyisihkan sebagian waktunya untuk merawat sepeda kesayangannya itu. Beruntung bagi Shinta karena sepeda fixie bukan kendaraan yang membutuhkan perawatan ribet.
Lulusan S1 Ekonomi Universitas Negeri Malang (UM) ini mengatakan, perawatan sepeda fixie biasanya dilakukan seminggu sekali dengan cara membersihkan setiap bagian sepeda. Untuk roda, cukup disikat dengan sikat lembut. Sedangkan untuk bagian frame, dilap dengan kain kanebo yang halus.
”Kalau tidak kotor-kotor amat tidak perlu dicuci dengan banyak air. Hanya rodanya saja yang disikat dengan air sabun dan frame dilap,” ujar Shinta tentang cara membersihkan sepeda fixie rakitannya.
Selain membersihkan secara rutin, Shinta juga memiliki cara untuk mencegah agar sepedanya tidak mudah karatan. Menurutnya, cara yang paling ampuh adalah dengan rajin mengendarai, minimal seminggu sekali. Selain mencegah terjadinya karatan, dengan rajin mengendarai minimal seminggu sekali juga membuat ban sepeda tidak cepat gembos.
”Kalau rajin digunakan, ban sepeda tidak akan mudah gembos. Tetapi kalau lama didiamkan malah cepat gembos. Dari pada sering-sering memompa ban, lebih baik rajin-rajin digunakan,” katanya.
Selain melakukan perawatan agar sepedanya tetap terlihat cantik, Shinta juga memiliki keinginan untuk mendandani sepeda fixienya dengan berbagai aksesoris tambahan. Saat ini aksesoris tambahan yang menempel di sepeda fixie alumni MAN 3 Malang ini hanya bantal pelindung yang terdapat di bagian frame. Dalam waktu dekat ini, ia berencana menambah aksesoris di bagian roda.
”Kalau menambah jumlah koleksi sepeda, sepertinya tidak. Rencana terdekat ini, saya ingin mengganti velg roda dengan velg racing agar terlihat lebih sporty,” kata perempuan yang juga hobi travelling ini.
Untuk merealisasikan keinginannya ini, Shinta membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan menambah koleksi baru. Sebab harga aerospoke incarannya empat kali lipat dibandingkan dengan harga satu buah sepeda fixie yang sudah siap digunakan. Jika sepeda fixie yang pernah dibelinya dibanderol dengan harga Rp 2,5 juta, maka khusus untuk aksesoris berupa aerospoke ini membutuhkan biaya Rp 10 juta.
”Kalau melihat harganya, memang lebih baik membangun sepeda baru. Tetapi yang dicari kan bukan sepeda barunya. Hehe..,” ujarnya.
Favoritkan Ijen dan Rampal untuk Gowes
Sejak kecil, Shinta sudah menggemari kegiatan bersepeda. Bahkan sebelum akrab sepeda fixie, ia sudah memiliki sepeda gunung yang biasa digunakan untuk berolahraga. Menurut perempuan berkulit putih ini, ia memang gemar bermain dengan segala sesuatu yang beroda dan memiliki tantangan. Selain bersepeda, ia juga gemar bersepatu roda alias roller blade.
“Pas booming roller blade, saya tidak mau ketinggalan. Sebenarnya bukan karena tren, tetapi karena memang saya suka dengan segala sesuatu yang beroda. Rasa-rasanya penuh tantangan,” ujar Shinta.
Dengan gacoan barunya ini, Shinta memang sedikit melupakan sepeda lawas dan roller bladenya. Namun bukan berarti waktu yang dimilikinya dicurahkan semua untuk bersepeda fixie. Shinta mengaku tidak setiap hari dirinya gowes. Dalam satu minggu, jadwal pastinya untuk bersepeda adalah Minggu pagi. Sedangkan di luar jadwal itu, Shinta mengikuti kondisi cuaca saja.
“Rutinnya sih setiap Minggu pagi. Kalau di luar hari Minggu, biasanya saya gowes sore hari. Tapi dengan catatan tidak hujan. Kalau hujan, kurang asyik,” beber perempuan kelahiran Malang 7 April 1988 ini.
Saat gowes, Shinta tidak sendirian. Ia selalu mengajak dua atau tiga temannya yang juga sama-sama penggemar sepeda fixie. Lokasi yang dipilih untuk gowes antara lain Jalan Ijen dan Lapangan Rampal.
Bagi Shinta, kedua lokasi itu merupakan lokasi gowes yang paling nyaman. Selain arus kendaraan tidak terlalu ramai, suhu di sekitar lokasi tidak terlalu panas karena banyak pohon serta pemandangannya cukup menarik. Jika di Ijen ia bisa melihat pemandangan rumah-rumah kuno, maka di Lapangan Rampal ia bisa melihat hamparan rumput hijau yang menyegarkan mata.
Lantas apa saja perlengkapan yang dibutuhkan oleh Shinta saat gowes? Gadis berambut panjang ini mengaku tidak membutuhkan perlengkapan khusus. Selain kaos, celana yang nyaman, sepatu keds, dan topi, saat gowes ia juga membawa tas kecil yang berisi air minum.
”Meskipun gowesnya santai, tapi tetap saja bisa bikin haus. Karena itu tas yang berisi air minum tidak pernah terlupakan,” pungkasnya. (nda/han)
Shinta dan Sepeda Fixie
- Sebelum menjadi penggemar sepeda fixie, Shinta memang penyuka segala sesuatu yang beroda. Di antaranya sepeda Federal dan roller blade pernah dimilikinya.
- Belum berniat menambah koleksi sepeda fixie. Saat ini dia hanya berencana menambah aksesorisnya untuk mempercantik tampilan sepeda kesayangannya.
- Pernah disarankan untuk membeli sepeda Torpedo yang hampir mirip dengan fixie tapi ia menolaknya karena tidak tertarik.
- Meski hobi bersepeda, Shinta tidak takut betisnya membesar. Menurutnya, justru dengan rajin bersepeda membuat betisnya mengecil.
- Belum bergabung dengan komunitas penggemar sepeda fixie karena waktunya yang tidak memungkinkan.
Sumber: Malang Post (http://www.malang-post.com/) > Perempuan > Terserang Demam Sepeda Fixie (Kamis, 12 Mei 2011)
Comments
Post a Comment