Pakcoi ke Tepi Pantai



Perlu diketahui bahwa Pacitan merupakan salah satu daerah di pesisir pantai selatan Pulau Jawa, Indonesia. Tentu saja Pacitan memiliki dataran yang terhitung rendah. Suhu harian daerah Pacitan termasuk tinggi dan cenderung panas. Oleh sebab itu, jarang petani yang menanam sayuran yang memiliki syarat tumbuh pada suhu rendah dan ketinggian di atas 1000 meter dpl. Namun dengan membaca artikel yang ayas dapat dari majalah Trubus Online, maka budidaya tamanan sayuran, khususnya Pakcoi dan kol bunga, pada dataran rendah sudah tidak lagi menjadi masalah.



Pekebun lazim menanam pakcoi di lahan berketinggian 1.300 m di atas permukaan laut (dpl). Sayuran itu kini tumbuh di dataran rendah.

Yus Rusimin membuktikan kerabat kubis itu adaptif di lahan dataran rendah. Ia tinggal di Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berketinggian 8 m dpl dan suhu harian 35—38 derajat Celcius itu. Pada penghujung Februari 2010, daun-daun pakcoi selebar 16—20 cm tampak menghijau di bawah naungan jaring peneduh berwarna biru.

Pekebun sayuran sejak 2007 itu menanam pakcoi dengan media limbah jamur merang berupa jerami. Rusimin mengomposkan limbah media jamur terlebih dahulu. Ia menghamparkan 200 kg limbah media jamur merang berketebalan 20 cm. Kemudian ia menabur 60 kg pupuk kandang, 20 kg dedak halus, 4 kg kapur pertanian, dan 1 kg mikroba Trichoderma sp.

Limbah Jamur
Ia mengulangi penebaran hingga terdapat 5 lapisan. Pria 45 tahun itu lalu menutup media dengan plastik selama sepekan. Perlakuan itu untuk menghindari terpaan sinar matahari dan hujan secara langsung sehingga proses fermentasi berjalan sempurna. Selain itu setiap 5 jam, ia mengontrol suhu pengomposan.

Suhu dipertahankan pada 60 derajat C. Jika suhu lebih tinggi daripada 60 derajat C menyebabkan mikroba mati sehingga terjadi pembusukan, bukan pematangan media. Untuk menurunkan suhu, ia membuka plastik. Pada hari ke-10 ia membalik media agar matang sempurna. Delapan hari kemudian, ia membuka plastik untuk menghilangkan panas akibat proses fementasi yang mengendap di dasar lapisan. Setelah 3 jam, pupuk organik itu siap pakai.

“Penggunaan limbah media jamur merang menjadi pupuk organik salah satu solusi jitu pertanian terintegrasi,” kata Dr Ir Yul Bahar, direktur Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian. Menurut Prof Dr Ir Tualar Simarmata MS dari Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, bahan organik membuat tanah gembur sehingga mampu menahan air dan menjaga kelembapan. “Kelembapan penting bagi tumbuh kembang mikroba yang berguna bagi pertumbuhan tanaman,” kata Tualar.

Rusimin memerlukan 2 ton kompos media jamur untuk lahan 0,25 ha. Ia lalu membuat bedengan berukuran 20 m x 1,2 m dengan ketinggian 30 cm. Untuk mengurangi intensitas sinar matahari, ia memasang jaring peneduh 60—70%. Di atas bedengan ia menabur pupuk organik setebal setengah sentimeter. Bibit pakcoi berumur 10—12 hari setinggi 2 cm, ia tanam dengan jarak 10 cm x 15 cm. Total populasi mencapai 50.000 tanaman per 0,25 ha.

Produksi Tinggi
Setiap 3 hari ia memberi pupuk NPK cair dengan cara melarutkan pupuk dalam air. Rasio 5 sdm (sendok makan) : 17 liter air. Pupuk cair itulah yang disemprotkan secara merata pada tanaman. Dua puluh lima hari pascatanam, pakcoi dipanen. Produktivitas mencapai 1 kg per 1 m2. Dari total luas lahan 2.500 m2, Rusimin mendulang 5 ton pakcoi. Itu sama dengan produktivitas pakcoi di dataran tinggi, 1 kg per m2. Saat ini harga jual pakcoi di tingkat pekebun Rp4.000 per kg sehingga omzetnya Rp-20-juta. Biaya produksi hanya Rp2.000 per kg.

Pakcoi yang ditanam Rusimin merupakan jenis dataran rendah. Menurut Dr Ir Saparso MS, ahli budidaya tanaman dari Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, sayuran dataran tinggi yang adaptif di dataran rendah bukan hal baru. Beberapa produsen benih memang merilis beragam varietas sayuran dataran rendah seperti pakcoi dan kol bunga. Namun, penanaman terbatas lantaran pakcoi dan kol bunga identik dengan sayuran dataran tinggi. Yul Bahar mengatakan sayuran dataran rendah potensial dikembangkan karena lahan luas.



Sayuran dataran tinggi lain yang “turun gunung” adalah kol bunga. Komoditas itu banyak dibudidayakan di Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, berketinggian 8 m dpl. Menurut Muhidi, ketua Asosiasi Petani Sayuran Dataran Rendah Indramayu, luas lahan penanaman mencapai 25 ha. “Potensi pemanfaatan lahan untuk sayuran dataran rendah di Indramayu mencapai 500 ha,” kata Muhidi.

Teknologi budidaya kol bunga mirip pakcoi. Dulmuin mengebunkan kol bunga di lahan 1 ha. Lubang tanam kol bunga berukuran 15 cm x 15 cm x 20 cm kemudian diisi 0,5 kg pupuk organik limbah media jamur merang. Jarak tanam 60 cm x 50 cm sehingga total populasi 20.000 tanaman/ha. Dulmuin memberikan pupuk berkadar fosfor dan kalium ketika kol berumur 35 hari. Saat itu tanaman menjelang membentuk krop. Pada umur 40—45 hari, Dulmuin menuai 20 ton kol bunga. Produktivitas itu lebih tinggi dibandingkan dengan hasil para pekebun di ketinggian 1.200—1.300 m dpl yang rata-rata 18—19 ton per ha.

Di tingkat pekebun, harga kol bunga Rp5.000—Rp8.000 per kg. Surasto mengeluarkan biaya produksi Rp1.500 per kg. Menurut Dulmuin kol bunga dataran rendah renyah dan lebih manis. Malahan ketika dimasak kol bunga dataran rendah tak terlalu lembek dibandingkan kol bunga dataran tinggi. Kol bunga dataran rendah itu diserap pasar setempat untuk restoran dan rumah makan di sepanjang jalur pantai utara Jawa Barat. Sebagian lainnya diekspor ke Singapura.

PT Gloria, eksportir sayuran di Jakarta, bermitra dengan para pekebun di Indramayu. Perusahaan itu menampung produksi mereka dan mengirimkannya hanya ke Singapura. Pada penghujung 2009 sebanyak 8 ton kol bunga dikapalkan ke negeri Singa. Standar mutu yang diinginkan adalah kol sehat bebas hama dan penyakit serta berbobot 0,8—1 kg per krop. Eksportir lain meminta pasokan rutin 2 ton pakcoi per pekan. Itu bukti pakcoi dan kol bunga dataran rendah tetap bekualitas.

TRUBUS-ONLINE

Comments